Manajemen Sumber Daya Manusia – Masa-masa awal sebuah perusahaan startup adalah masa yang krusial. Banyak keputusan dalam fase ini bisa menjadi penentu hidup matinya perusahaan, bahkan hingga beberapa tahun ke depan. Semua harus dipikirkan matang-matang, mulai dari proses pengambilan visi, tahap pengembangan produk, hingga manajemen SDM startup.

Dalam acara Tech in Asia Meetup Jakarta yang berlangsung pada 27 April 2017 lalu, dua pakar dunia startup hadir untuk berbagi formula rahasia yang akan membantu manajemen perusahaan milikmu, terutama di fase awal (jumlah karyawan kurang dari sepuluh orang). Mereka adalah Bernardus Sumartok, CEO dari Tripvisto, serta Agung Nugroho yang merupakan COO dari Kudo. Apa saja ilmu yang mereka paparkan? Simak di bawah ini.

Kru pertamamu adalah investor pertamamu

Berdasarkan pengalaman menjalankan startup yang telah tumbuh dari 2 orang ke 400 orang kru, Agung bercerita bahwa startup pasti akan menjalani tantangan yang berbeda-beda. Tapi pada pokoknya, ada empat hal di perusahaan yang harus selalu kamu pikirkan, yaitu peopleproductprocess, serta culture and communication.
People selalu nomor satu, karena tanpa people kita tidak bisa membangun apa pun,” kata Agung. Tergantung dari seberapa besar tim founderperusahaanmu, mungkin kamu sudah punya tenaga untuk membuat produk dari awal. Tapi bisa juga tidak. Jadi kamu perlu merekrut orang bahkan sebelum punya produk, atau yang disebut Agung sebagai “employee minus one”.
Kamu sama sekali tidak boleh berkompromi saat melakukan perekrutan kru awal. Berhati-hatilah saat merekrut, bahkan bila perlu, cari tenaga hingga ke luar kota atau luar negeri sampai benar-benar menemukan yang ideal. Butuh waktu lama memang, Kudo pun harus menyeleksi hingga tiga puluh kandidat sebelum akhirnya merekrut kru. Tapi menurut Agung, hasilnya akan sebanding.
Agung memaparkan, “Tantangan awal startup yang masih kecil adalah bagaimana caranya membujuk seseorang untuk mengikuti mimpi Anda, dengan produk yang masih terbatas.” Bahkan bukan hanya produk, dana milikmu pun terbatas. Bagaimana cara manajemen SDM startup merekrut tenaga yang ahli ketika kamu belum punya uang? Di sinilah founder harus punya kemampuan untuk “menjual” mimpi dalam wujud yang nyata.
Bentuk nyata tersebut, kata Agung, salah satunya berupa penawaran kepemilikan saham perusahaan atau ESOP (Employee Stock Ownership Plan) bagi lima sampai sepuluh kru pertama. Saat ini perusahaanmu mungkin tidak ada nilainya, tapi bila mau tumbuh bersama, para calon kru ini kelak mendapat keuntungan dari saham yang lebih mahal. Mereka tidak hanya datang sebagai karyawan, tapi juga ikut memiliki perusahaan layaknya investor.

Tugas sebuah tim adalah memenangkan pertandingan

“Banyak yang bilang startup itu keluarga. Jadi kalau ada kesalahan tidak berani pecat. Keluarga itu begitu kan, tidak mungkin misalnya anak dipecat dari keluarga. Makanya saya lebih suka menganalogikan startup sebagai tim sepak bola,” demikian Sumartok bercerita. People atau SDM memang merupakan unsur paling penting dalam startup, apalagi yang masih baru. Tapi terlalu memanjakan SDM juga bisa berdampak buruk.
Berbicara tentang tim sepak bola, Sumartok menjelaskan bahwa sejatinya tugas semua orang adalah sama. Tidak peduli posisinya, semua orang punya satu tugas: memenangkan pertandingan. “Kalau bek hanya berjaga di depan gawang, lalu tidak menang, bagaimana? Percuma, kan?” ujar Sumartok.
Startup, terutama yang baru mendapat pendanaan, rawan tergiur oleh jebakan merekrut secara berlebihan. Karena ingin punya tim andal, tim manajemen SDM startup berlomba-lomba merekrut karyawan senior dari perusahaan lain. Padahal esensinya bukan di situ. “Kita seharusnya bukan membeli pemain, tapi membeli kemenangan. Tim yang semuanya rockstarbelum tentu efektif, dan tidak efisien karena biayanya pasti tinggi sekali.”
Bagaimana caranya startup dengan dana pas-pasan bisa tetap menang? Kuncinya ada di pola pikir memenangkan pertandingan tadi. Jangan merekrut orang yang hanya peduli pada pekerjaannya sendiri. Misalnya kru pemasaran yang tidak mau tahu kondisi selain target pemasarannya, atau programmer yang hanya mau melakukan coding tanpa mengurus hal lain.
“Bek itu tugasnya bukan menjaga gawang, tapi memenangkan pertandingan. Untuk memastikan kemenangan, kadang dia terbirit-birit lari ke tengah, tidak cuma di belakang. Larinya dari ujung ke ujung, kadang jadi striker. Itu semangat yang dibutuhkan di startup,” kata Sumartok. Rekrutlah tenaga yang bisa membuat solusi, gesit, bisa multitasking, dan percaya pada visi perusahaan.

Manajemen SDM startup fokus pada solusi, bukan gengsi

Baik ketika merekrut karyawan atau mengembangkan produk, semua tim sama-sama harus ingat untuk fokus pada solusi, bukan sekadar gaya. Mungkin kamu tergiur untuk merekrut orang bergelar VP of Engineering dari perusahaan saingan, atau mungkin kamu beranggapan bahwa produk milikmu harus menggunakan teknologi termutakhir di semua aspek.
Coba mundur sejenak dan bertanya, apakah semua itu perlu? Tripvisto ketika baru mulai bahkan hanya menggunakan situs web berbasis WordPress. Sebagai penyedia layanan wisata, bagi mereka yang penting pelanggan bisa melakukan pemesanan dan pembayaran. Begitu solusi sudah berjalan, baru dikembangkan lebih baik dengan teknologi.
Pada kasus perekrutan dalam manajemen SDM startup, menurut Sumartok, “Experience itu benar-benar overrated. Pengalaman dan titel-titel aneh itu tidak dibutuhkan oleh startup baru.” Malah ketika merekrut orang dari perusahaan besar, ia bisa tidak cocok dengan kultur startup kecil yang pas-pasan. Daripada fokus pada titel, lebih baik cari orang dengan kemampuan sesuai kebutuhan.
Bila terlanjur merekrut orang yang kurang tepat, jangan ragu-ragu melepaskannya. Gunakan prinsip “hire slow, fire fast”. Orang yang tidak cocok di perusahaan bisa menulari kenegatifan pada kru lainnya.
Tapi orang-orang hebat dan suportif akan menumbuhkan suasana menyenangkan yang membuat karyawan betah. Apalagi bila ditambah insentif sesekali, seperti acara makan-makan atau wisata bersama.

Utamakan kebaikan perusahaan

Di tengah jalan, kamu pasti akan mengalami berbagai masalah yang tak bisa dihindari. Bentuknya bisa konflik personal antar para founder, proses launching produk yang tidak mulus, atau apa pun. Bila hal seperti ini terjadi, “Para founder harus memastikan bahwa semua hal tetap terkendali, bahkan bila peluncuran produk tidak berjalan baik,” kata Agung.
Para founder yang biasanya juga memegang manajemen SDM startup harus bisa meyakinkan kru bahwa meskipun produk tidak berjalan sekarang, visi mereka tetap sama dan bukan berarti gagal. Produk adalah cara menggapai visi, bukan visi itu sendiri. Evaluasi produk dengan cepat, dan luncurkan versi yang lebih baik sebelum moral para kru turun. Bila perlu, buka akses penjualan ke para karyawan agar mereka bisa memantau sendiri hasil kerja keras mereka.
Apa pun yang terjadi, founder harus berpegang teguh pada visi dan mengambil keputusan demi kebaikan perusahaan. Ini terkadang sulit dilakukan bila anggota perusahaanmu adalah teman atau keluarga yang punya hubungan dekat.
Tapi jadi founder perusahaan memang perlu keberanian. “Mendirikan perusahaan bersama itu sama seperti pernikahan. Biasanya konflik muncul awalnya dari ego. Karena itu, lepaskan egomu,” kata Agung.
“Tidak boleh ada ego di dalam diri founder. Kalau kamu harus turun membersihkan WC, lakukanlah. Kalau kamu harus ke lapangan hujan-hujan untuk mengajari sales leader pertamamu, lakukanlah.” Pada kasus ekstrem, bila seorang co-founder harus dilepas demi kebaikan perusahaan, maka lakukanlah. Komunikasikan secara baik, dan jangan lupa membereskan semua masalah hukum atau keuangan terkait.

Buat aturan pertandingan sendiri

Dunia startup adalah dunia kompetisi dengan aturan yang tidak adil. Manajemen SDM startup yang diterapkan oleh kompetitor sukses belum tentu cocok juga untuk perusahaanmu. Oleh karena itu, Sumartok berpesan, “Jangan bermain dengan buku aturan milik kompetitor.”
Tidak perlu memaksakan untuk meniru kompetitor karena kondisi tiap perusahaan pasti berbeda. Kalau kamu meniru startup lain, misalnya yang lebih besar atau baru mendapat pendanaan, bisa-bisa kamu malah “bunuh diri” karena tidak punya sumber daya memadai. Pada kenyataannya, startupmemang lebih sering mati bunuh diri seperti ini daripada karena kalah kompetisi.
Tanamkan keinginan untuk menang yang kuat pada perusahaanmu, dan tetaplah konsisten mengejar standar kualitas yang tinggi. Kamu ada di sini tidak hanya untuk meramaikan suasana, tapi untuk menjadi juara, dan untuk menjadi juara, janganlah ragu untuk membuat aturan sendiri.
Axact

BAJA RINGAN

Sebuah sistem rangka atap baja ringan berteknologi tinggi hasil pengembangan teknologi industri konstruksi yang tak berkesudahan dengan jaminan kekuatan dan kelayakan struktur yang sesuai dengan standar-standar keamanan konstruksi yang ada.

Post A Comment:

0 comments: